I Lost Hope, Myself and U.

Aku sudah terlalu lelah menghadapi kehidupan yang selalu dipenuhi oleh rasa takut.

Tak bisa berhenti menyalahkan diri sendiri.

Tak bisa merasakan yang namanya ketenangan.

Aku sudah lelah terlelap dalam rasa sedih lalu terbangun diperempat malam dalam keadaan tersedu.

Rasanya aku hidup hanya terbawa arus, tak mampu untuk berbalik arah apalagi melawan.

Rasanya seperti tak ada tujuan, tak ada tempat untuk berhenti bahkan hanya untuk sekedar merehatkan diri dari perjalanan panjang yang tak berujung. 

Tidak ada tempat untuk pulang, mengharuskan diri ini terus berjalan, terombang-ambing mencari setidaknya setitik tempat teduh untuk memulihkan diri dari rasa lelah. 

Kaki yang melepuh akibat berjalan di bebatuan tanpa alas, sendirian, diterpa badai di ladang kosong yang tak pernah lelah menerpa.

Kadang sampai tak ada lagi kata yang dapat terucap, terjatuh lalu menangis, meraung sekeras mungkin, mengutuk dunia yang tak pernah adil atas jalan takdir yang mengendalikan hidup.

Detik tanpa batas terus kujalani seperti ini. Menangis, putus harapan dan hilang arah.

Tak ada satupun yang membawaku keluar dari semua belenggu itu, selama ini kulewati sendiri dan terus terluka, hingga tak ada lagi ruang dalam diri ini yang bersih dari bekas luka.

Sampai pada suatu masa, dimana aku menemukan sebuah pohon besar dengan tajuk yang menyerupai payung, terlihat sangat nyaman dan damai, terlihat sangat indah dan segar, hijau dedaunannya seolah memanggilku untuk segera berteduh di bawahnya.

Saat itu, aku merasa seolah menemukan dunia, menemukan ujung dari perjalanan, aku menemukan harapan.

Senyumku terukir untuk pertama kalinya setelah sekian lama tak pernah tercipta diwajahku yang sudah tak berseri, pucat dan kurus.

Aku menghampiri pohon itu, langkah demi langkah menujunya disertai dengan senyum. Tapi, ternyata tak semudah itu, semakin aku mendekat semakin banyak hal yang kuhadapi.

Angin berhembus kencang hingga tubuh ini pun hampir terseret, hujan turun begitu lebat membutakan pandangan, dan ternyata jalan menuju pohon itu tidak semudah yang aku pikirkan. Masih ada banyak bebatuan tajam disepanjang jalan.

Aku tidak ingin menyerah, tapi aku menyadari satu hal. Tidak akan ada waktu dan kesempatan untukku merasakan yang namanya 'aman' dan 'nyaman'. Semakin aku berusaha mencari ketenangan, semakin banyak hal menyakitkan yang aku hadapi.

Hingga akhirnya aku sampai dititik jenuh, aku menyerah. Karena aku memang tidak layak.

Seperti itulah aku menjalani hidupku. 

Seperti itulah perjalanan hidup yang kulalui hingga titik ini, berjalan tanpa rasa 'aman' dari kata 'rumah' dan 'keluarga'.

Aku selalu mencari cara untuk menghibur diri dari rasa takut dan lelah selama berjalan sendirian sepanjang umurku bertambah.

Lalu, saat aku menemukan tempat dan alasanku kembali tersenyum, aku kembali dipatahkan oleh kenyataan-kenyataan yang memaksaku untuk sadar, kalau aku memanh tidak layak.

Setelah sekian lama aku tidak pernah menemukan hal yang bisa membuatku tersenyum, akhirnya aku menemukan dia, dia yang berhasil membuatku merasakan harapan kembali, membuatku merasakan kata 'semangat' lagi dalam diriku.

Dia benar-benar membawaku keluar dari ladang kosong yang permukaannya dipenuhi bebatuan tajam, bahkan hanya dengan senyumnya, tatapannya dan beberapa kalimat yang ia kirimkan untukku walau melalui orang lain dan tidak ia sampaikan langsung padaku.

Aku tidak tahu, apakah hal-hal yang ia lakukan itu serius atau hanya ingin mempermainkanku, tapi setidaknya dia berhasil mengembalikan 'semangat' dan 'ceria' ku.

Saat ini dia sedang jauh, aku hanya bisa memikirkannya sepanjang waktu, walau tidak akan pernah bisa kugapai. 

Aku hanya berharap dia baik-baik saja dan menjaga dirinya dengan baik.

Karena aku masih berharap, sampai waktu menghendaki.




12 September 2022


Imelda Hafizah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dia Lebih Rumit dari Kata 'Tidak Mungkin'

Dirimu Adalah Milikmu

Hanya Sebatas Angan