Hanya Sebatas Angan

Kau tidak bisa memilih kepada siapa hatimu akan singgah untuk berteduh atau mungkin tetap tinggal disaat merasa nyaman.

Hati memang tak pernah sejalan dengan pikiran, disaat kau memilih untuk menjalani hidup dengan tenang bersama dirimu sendiri tapi tiba-tiba hatimu sudah menempatkan dirinya di suatu tempat yang padahal tak kau ingin, ia memang selalu begitu, berlaku sesukanya tanpa berdiskusi dengan dirimu terlebih dahulu.

Bukan maksud untuk membuka luka lama itu, hanya saja aku ingin kau memikirkan satu hal, dan berharap setelah itu kau akan lepas.

Coba ingat kembali dimana awal pertama kau bertemu dengannya, dia yang berhasil membuat jantungmu berdetak kencang, bahkan hanya dengan mendengar namanya saja membuatmu menggebu dan tak sabar ingin bertemu.

Walau hanya bisa memperhatikannya diam-diam tapi itu sudah berhasil membuat kedua belah sisi bibirmu bertaut ke atas mengukir sebuah senyum dan kau merasa cukup.

Kakimu selalu ingin melangkah lebih dekat dengannya, bercengkrama dan saling bertukar cerita, tapi kenyataan yang kau dapat adalah kau hanya bisa berdiam diri dari jauh dari letak keberadaannya, sungguh menyakitkan.

Kau tahu rasa yang kau biarkan tumbuh itu mulai berakar, tapi kau lebih tahu kalau rasa itu hanya akan tumbuh tanpa dukungan, seperti tanaman yang tak pernah disiram air dan berujung layu lalu mati dengan menyedihkan.

Padahal kau tahu rasamu tak akan pernah dirangkul oleh hati yang telah menanamkan bibit dihatimu, tapi kau malah sengaja membiarkannya tumbuh dan berkembang semakin besar.

Disaat rasa itu semakin tumbuh bersamaan dengan detik yang berlalu membuatmu perlahan menyadari kalau semakin besar rasa itu tumbuh malah memberimu rasa sakit yang menusuk.

Diam hanya membuatmu tersiksa, tapi kau lebih takut jika kau berkata hanya akan membuatmu jauh darinya.

Beribu detik waktu kau lewati hanya untuk meyakinkan diri, banyak hal yang menghampiri sampai akhirnya berhasil membuatmu yakin untuk berani demi rasa yang ingin disirami.

Dirimu sudah yakin walau jantung tak mendukung, perlahan-lahan kau melangkahkan kaki menuju hati untuk mengungkapkan rasa yang telah tumbuh dan tak ingin mati.

Tapi, belum sempat langkahmu sampai, rasa dihatimu sudah patah dan siap mati.

Kedua matamu menjadi saksi ketika jemarinya menggenggam tangan lain, pandangannya hanya tertuju pada orang yang ia genggam, senyumnya ia berikan hanya untuk jiwa yang berjalan bersamanya.

Disaat itulah kau menyesali keputusanmu untuk membiarkan rasa itu tetap tumbuh, andai waktu bisa berputar, kau ingin kembali disaat rasa itu masih belum sebesar sekarang, pasti tidak akan sesulit ini untuk mencabut dan membuangnya.

Tapi kau sudah terlanjur menciptakan luka yang besar dihatimu, kau mencabut paksa rasa yang sudah berakar diseluruh hatimu membuatnya hancur memberi sakit yang tak biasa.

Kau hancur, untuk yang kesekian kalinya.

Seandainya kau sadar lebih awal, mencabut rasa itu saat ia masih sebiji kacang, mungkin luka bekas cabutannya tak akan sebesar sekarang, pasti lukanya akan lebih mudah dan cepat untuk sembuh.

Maaf jika membuatmu kembali terluka, aku hanya berharap dari kenyataan yang kau dapat akan membuatmu sadar, lalu menjalani hidupmu dengan nyaman tanpa luka.

Setelah ini, jangan biarkan bibit baru masuk dengan mudah dihatimu, tepis sebelum ia menanamkan diri lalu tumbuh dan kembali mengulang masa menyakitkan itu.

Hatimu tak layak ditanami bibit yang salah, kau tak layak untuk menampung luka lagi.

Sudah saatnya kau untuk lupa, buang rasa itu, atau bahkan kubur sedalam mungkin.

Ingat satu hal saat kau teringat padanya, \"ia tak pernah memberimu bahagia\". Ucapkan itu pada dirimu, jangan menghabiskan waktumu untuk hal yang tak menguntungkanmu.

Karena rasa yang sesungguhnya adalah dimana kedua hati yang saling menanam bibit rasa lalu saling menyirami, dengan begitu rasa itu akan tumbuh dan hidup dengan subur sehingga menghasilkan sesuatu untuk dipetik, yaitu bahagia.

Jadi, jangan terlalu memaksakan rasa.

Ingat, tanaman akan mati jika tak pernah disirami.

Semoga kau lekas sembuh, aku disini siap mendengar isi hatimu yang tak tersampaikan dan hanya berakhir sebagai angan.

Semangat.


Sunday, 21 February 2021

23:13 AM


Imelda Hafizah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dia Lebih Rumit dari Kata 'Tidak Mungkin'

Dirimu Adalah Milikmu