Dia Lebih Rumit dari Kata 'Tidak Mungkin'

Bangku perkuliahan mengajarkanku begitu banyak hal, saat dimana aku benar-benar melangkah jauh dari rumah, berkelana seorang diri di sebuah kota yang begitu dingin dan tidak pernah aku jamah sama sekali. 

Masa dimana aku menyadari bahwa di dunia ini orang yang bisa mengerti hanyalah diriku sendiri. Aku menyadari arti dari kata 'kesepian' yang sesungguhnya, sebuah kata yang memberi rasa sedih berkelanjutan tanpa memberi jeda, sebuah kata yang mampu menyiksa kemudian menghancurkan batin tanpa rasa kasihan. 

Setiap kali malam datang, aku mulai dirundung ketakutan, takut membayangkan rasa sepi itu lagi. Rasa yang mampu membuat ruangan yang luas ini menjadi sesak dan mencekam, kesunyian yang menguasai memberi rasa jenuh dan kembali mengungkit kenangan-kenangan buruk masa lalu yang ingin sekali kuhapus dalam ingatanku.

Tangisan dari rasa lelah dan sesal membuatku sering merasa putus asa, kehilangan tujuan dan bahkan hampir membuatku kehilangan diriku sendiri. 

Tidak ada hal yang jauh lebih baik untuk meluapkan semua rasa lelah itu selain dengan menggoreskannya dibuku. Di buku hitam yang mengetahui segala kelemahanku, buku yang mengikuti perjalanan berat yang aku lalui hingga saat ini dan segala rasa sakit yang aku luapkan hanya padanya.

Buku hitam itu tahu persis bagaimana aku menjalani masa kecilku yang penuh rasa takut, bayangan-bayangan dari suara pukulan dan tangisan histeris ibuku yang masih sering terngiang hingga terbawa ke dalam mimpiku hingga sekarang. 

Aku sering sekali menangis dalam tidurku, lalu dalam keadaan sedih dan kacau.

Semua hal buruk itu memang sudah berakhir, tapi dampaknya masih mempengaruhi dan terus menggerogotiku hingga saat ini.

Aku tidak mudah percaya pada siapapun, terutama laki-laki. Dan itu semua karena laki-laki yang seharusnya selama ini menjadi kata 'rumah' dan 'aman' bagiku.

Aku takut akan bertemu pria sepertinya, aku takut apa yang dialami ibuku juga terjadi padaku, aku takut rasa trauma itu akan menghancurkanku lagi.

Dari semua hal buruk yang aku alami selama kecil, kemudian perjalanan hidupku setelah menjadi anak yatim, membuatku benar-benar 'mati rasa'.

Aku tidak mudah menyukai seorang laki-laki, apalagi untuk memiliki perasaan, karena tidak ada ruang sedikitpun untukku merasa 'percaya', karena mereka semua palsu.

Ya, mungkin ada beberapa pria yang hadir dan kubiarkan masuk dengan pintu terbuka, tapi tak pernah satupun yang berhasil meyakinkan bahwa aku bisa mempercayai mereka.

Hingga selama itu aku menjalani kehidupanku dengan keputusan-keputusan yang kubuat berdasarkan logika, agar tidak ada sakit hati, tidak ada rasa terkekang. 

Benar-benar hampir tidak ada yang menarik dalam hidupku.

Aku berusaha untuk tidak menyukai siapapun, aku tidak ingin melibatkan siapapun dalam hidupku. 

Keputusan itu kubuat berdasarkan logika, karena aku tidak ingin patah untuk kesekian kalinya. Tapi, logika bekerja tanpa memikirkan perasaan.

Nyatanya aku tetap hancur, karena diriku sendiri. 

Masalahnya ada dalam diriku sendiri, dan itu kusadari saat aku bertemu dia.

Orang yang pertama kali berhasil meruntuhkan tekadku untuk tidak melibatkan siapapun dalam perjalananku.

Dia berhasil membuatku menyukainya sedalam ini, bahkan disaat aku baru mengenalnya.

Setelah sekian lama dan sekian banyak orang yang hadir, dan hampir semuanya tak ada yang mampu meruntuhkan buffer yang ku bangun. 

Dari dulu aku bertanya-tanya, apakah akan ada yang mampu mengalahkan tekadku, dan siapa?

Tapi sekarang aku menemukan jawabannya, dan itu dia.

Dia membuatku sadar kalau aku memang membutuhkan seseorang untuk mendengarkan, menjadi sandaran dan tempat untuk beristirahat. 

Tanpa sadar aku menyukainya hingga sedalam ini, hingga tak ada kata yang mampu menjabarkan sedalam apa rasa itu. Entah apa yang ada di dalam dirinya yang membuatku seperti ini, membuatku yang tak pernah mudah 'tumbuh rasa' pada seseorang menjadi 'taruh harap' padanya.

Aku menjadi lengah pada perasaanku, hingga tak sadar yang aku rasakan ini pasti akan menjadi luka lagi bagiku.

Karena sudah jelas, harapan yang mulau kutanam padanya hanya ilusi yang tak mungkin terealisasi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dirimu Adalah Milikmu

Hanya Sebatas Angan